Ayah, jangan biarkan ibu sendiri
Setelah sekian purnama vakum akhirnya kami berusaha menulis lagi. Pas, hari ini bertepatan dengan hari ayah nasional
Beberapa waktu lalu kami
berkesempatan membersamai para orang tua wali murid sebuah TK Islam di Pantura wilayah
timur mengikuti kegiatan sekolah orangtua yang diadakan oleh Yayasan.
Kami menduga ada dua kemungkinan
keadaan;
Pertama, ayahnya sangat sibuk
bekerja sampai harus merantau jauh dari rumah dan merasa yang penting sudah
mencukupi kebutuhan materi keluarga sudah cukup sehingga menyerahkan sepenuhnya
Pendidikan anak kepada ibu. Jadi, ayahnya ada tapi rasanya seperti tidak ada.
Kedua, ayahnya memang tidak ada
karena sudah meninggal atau pisah dengan ibu.
Keadaan tersebut diatas, memaksa seorang
ibu menjadi single parent. Tentu berat, dan pasti berdampak pada tumbuh
kembang anak.
Idealnya, seorang anak mendapatkan
sentuhan pendidikan dari kedua orangtuanya. Ketika salah satu atau bahkan
keduanya tidak ada, maka mereka tetap memiliki kebutuhan yang sama yaitu
interaksi dengan seorang ayah dan ibu.
Fenomena yang sering disebut
fatherless saat ini sudah memakan banyak korban. Ada anak yang kena virus LGBT,
ada yang mengalami split personality atau secara umum
muncullah generasi strawberry generasi yang kelihatan baik diluarnya, tapi ternyata jiwanya rapuh mudah putus asa dan menyerah saat menghadapi
permasalahan dalam kehidupan.
Intinya, semua pihak perlu turut
andil. Karena untuk mendidik seorang anak tidak cukup dengan orangtua
sekampung, apalagi dengan single parent? Iya khan!.



